Kota Batu
Cuaca Ekstrem Masih Mengancam, Perum Jasa Tirta I Ingatkan Pemukiman di Bantaran Sungai Brantas
Memontum Kota Batu – Warga yang menghuni sepanjang bantaran Sungai Brantas, harus esktra waspada. Itu karena, pemukiman yang ada di sepanjang lintasan itu, rawan terhadap bencana tanah longsor.
Kondisi itu, masih ditambah dengan cuaca ekstrem, yang masih akan berlangsung lebih lama dan tidak berhenti di awal Mei 2022 seperti diprediksi. Malang raya sendiri, masih akan dilanda hujan dengan intensitas tinggi, setidaknya hingga awal Juni 2022 mendatang.
Perum Jasa Tirta I (PJT) selaku pengelola Sungai Brantas, pun mengimbau masyarakat yang tinggal di sempadan sungai untuk waspada. Meski tidak sedang hujan, ancaman longsor bisa saja mengintai setiap saat.
Dirut PJT I Raymond Valiant, menyebutkan sedikitnya ada sekitar 1.500 rumah yang ada di sempadan sungai, khususnya di wilayah Kota Malang, rentan terjadi longsor. Baik akibat debit air yang naik, maupun tidak.
Baca juga:
- Cleaning Area Pengunjung, Manajemen Jatim Park 3 Kota Batu Sebut Tak Ada Korban Jiwa
- Wisata Jatim Park 3 Kota Batu Alami Kebakaran
- Sinergitas Bidhumas Polda Jatim dan Awak Media, Deklarasikan Pilkada 2024 Berjalan Damai dan Kondusif
- Partai Nasdem Rekomendasi KD dan Dewa Kresna Maju Pilkada Kota Batu 2024
- 5 Tahun SERU.co.id, Komitmen Suguhkan Berita Tepercaya Jadi Rujukan Masyarakat
Di tahun 2022 saja, sudah terjadi longsoran di belasan titik yang membentang di sepanjang sungai Brantas. Mulai Kali Bango, Kali Amprong hingga Kali Metro. Paling parah, terutama rumah-rumah yang ada di sekitaran Betek (Kadalpang), Oro-Oro Dowo, Celaket hingga Gangsiran Muharto.
“Bagi masyarakat yang sudah terlanjur bermukim di sana, maka perlu meningkatkan kewaspadaan. Jika sudah ada terjadi retakan, itu pertanda rawan longsor,” terangnya.
Hal ini, kata Raymond, mengingat tentang kondisi geografis dan geologi Kota Malang yang berada di elevasi 380-400 mdpl. Di mana sebagian besar tanahnya terbentuk dari hasil pelapukan material erupsi di masa silam.
”Sehingga tanahnya relatif mudah erosi, mudah jenuh apalagi ditambah aktivitas pemukiman yang semakin hari justru semakin bertambah,” urainya.
Kendati demikian, fenomena aktivitas pemukiman di sempadan sungai tersebut tidak bisa dihentikan begitu saja. Perlu ada rencana teknis yang panjang dan memakan banyak biaya, seperti relokasi misalnya.
”Terpenting itu adalah edukasi. Saya yakin tidak ada orang yang mau tinggal di sempadan sungai kalau mereka tidak kepepet ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan lain,” jelasnya.
Raymond menambahkan, langkah paling dekat yang bisa dilakukan menurutnya adalah dengan mencegah aktivitas permukiman baru. Kesadaran ini harus ada pada pemangku wilayah RT/RW, karena merekalah yang paling tahu wilayahnya.
”Paling tidak, jangan ditambah lagi. Kalau ada yang bangun baru, dilarang saja. Untuk yang sudah kadung bermukim, sebaiknya diedukasi untuk waspada dan pindah,” ujarnya.
Di sisi lain, PJT I rutin menjalin komunikasi dengan pemerintahan untuk memberikan sejumlah rekomendasi terkait pemetaan wilayah rawan kebencanaan. Dalam waktu dekat, PJT I akan kembali melakukan pemetaan untuk pemutakhiran data wilayah rawan bencana di sepanjang DAS Brantas. (bir/sit)
- Pemerintahan5 tahun
Fraksi PKB dan Gerindra Sepakat APBD 2020 Tetap di Kisaran Rp 1 Triliun Lebih dengan Mendongkrak Peningkatan PAD Kota Batu
- Pemerintahan5 tahun
Usai Hadiri Pemakaman Saudara di Pujon, Puluhan Warga Sumberejo Jalani Screening
- Pemerintahan5 tahun
Batu Paradise Factory Outlet Masih Bandel Buka, Meski Sudah Dapat Teguran
- Hukum & Kriminal5 tahun
Rugikan Nasabah, Koperasi Delta Pratama Dilabrak Pemuda Pancasila
- Pemerintahan5 tahun
Pasar Batu Berpotensi Jadi Cluster Baru Penyebaran Covid-19
- Berita4 tahun
JTP Group Bangun Batu Love Garden Ajak Partisipasi Warga Sekitar
- Berita5 tahun
Pendaki Gunung Buthak Ditemukan Tewas, Lari Dari Rombongan Diduga Kesurupan
- Berita5 tahun
Warga Mojorejo Luruk Perumahan Taman Harmoni, Pasca Salah Satu Pekerjanya Diketahui Sakit